PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Etika didefinisikan sebagai suatu ilmu yang
membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat
dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik. Etika tidak membahas
keadaan manusia, melainkan membahas bagaimana seharusnya manusia itu
berprilaku. Etika juga membantu mencari orientasi , tujuannya membantu kita
agar kita tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap berbagai pihak yang
mau menetapkan bagaimana kita harus hidup melainkan agar kita dapat mengerti
sendiri mengapa kita harus bersikap begini dan begitu dan kita lebih mampu
mempertanggungjawabkan kehidupan kita.
Profesi pada hakekatnya adalah suatu pernyataan atau
suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu
jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa karena orang tersebut merasa terpanggil
untuk menjabat pekerjaan tersebut. Suatu profesi bukanlah dimaksud untuk
mencari keuntungan bagi dirinya sendiri, melainkan untuk pengabdian kepada
masyarakat. Ini berarti profesi tidak boleh sampai merugikan, merusak atau
menimbulkan malapetaka bagi orang dan masyarakat. Sebaliknya profesi itu harus
berusaha menimbulkan kebaikan, keberuntungan dan kesempurnaan serta
kesejahteraan bagi masyarakat. Ini berarti seorang penyandang profesi
sekretaris harus lebih mengutamakan kepentingan perusahaan untuk meningkatkan
produktifitas kerja perusahaan.
2. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan tugas ini adalah:
1. Untuk
mengetahui pengertian etika.
2. Untuk
mengetahui jenis-jenis dari etika
3. Untuk
mengetahui bagaimana penerapan etika profesi dalam bidang teknologi informasi.
LANDASAN TEORI
1. Pengertian
Etika
Etika (
Yunani Kuno: "
ethikos", berarti
"timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana
cabang utama
filsafatyang mempelajari
nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian
moral. Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti
benar,
salah,
baik,
buruk,
dan
tanggung jawab.
St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan
etika di dalam kajian filsafat praktis (
practical philosophy).
Etika dimulai bila manusia
merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan
akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan
etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal
menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan
suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.
Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku
manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari
sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
2. Jenis Etika
a. Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang
berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia.
Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari
filsafat; etika lahir dari filsafat.
Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat
dilepaskan dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika
maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan
dijelaskan dua sifat etika.
1. Non-empiris
Filsafat digolongkan sebagai ilmu
non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta
atau yang konkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui
yang konkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret.
Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang konkret
yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Praktis
Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu
“yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu
hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang
“apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat
bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti
menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan
reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati
nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika
masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu
menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
b.
Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat
berkaitan dengan
etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama
tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya
masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum,
karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara
umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat
didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi
teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan
etika teologis. Di dalam
etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah
etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang
Allah atau
Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap
Allah atau Yang Ilahi. Karena itu, etika teologis disebut juga oleh
Jongeneel sebagai
etika transenden dan etika
teosentris.Etika teologis
Kristen memiliki objek yang sama dengan
etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak
dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan
manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa
yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini,
antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam
merumuskan etika teologisnya.
c. Relasi Etika
Filosofis dan Etika Teologis
Terdapat perdebatan mengenai posisi
etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika. Sepanjang sejarah
pertemuan antara kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol yang dikemukakan
mengenai pertanyaan di atas, yaitu:
Tanggapan ini berasal dari
Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa
etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika
filosofis.
Jawaban ini dikemukakan oleh
Thomas Aquinas (1225-1274) yang menyintesiskan
etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika
ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru.
Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum,
sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.
Jawaban ini diberikan oleh
F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) yang menganggap etika teologis dan
etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat
diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar.
Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai
pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak
dihormati setingkat dengan etika teologis. Terhadap pandangan Thomas Aquinas,
kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang
setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis telah
diperkuat. Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa
meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara
mereka.
Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis
antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat
terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja.
Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu
tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya
hidup.
3. Fungsi Etika
a.
Tempat untuk mendapatkan orientasi kritis
yang berhadapan dengan berbagai suatu moralitas yang membingungkan.
b.
Untuk menunjukan suatu keterampilan
intelektual yakni suatu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan
kritis.
c.
Untuk Orientasi etis ini diperlukan dalam
mengambil suatu sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
4. Manfaat
Etika
a.
Dapat menolong suatu pendirian dalam beragam
suatu pandangan dan moral.
b.
Dapat membedakan yang mana yang tidak boleh
dirubah dan yang mana yang boleh dirubah.
c.
Dapat menyelesaikan masalah-masalah moralitas
ataupun suatu sosial lainnya yang membingungkan suatu masyarakat dengan suatu
pemikiran yang sistematis dan kritis.
d.
Dapat menggunakan suatu nalar sebagai dasar
pijak bukan dengan suatu perasaan yang bikin merugikan banyak orang. Yaitu
Berpikir dan bekerja secara sistematis dan teratur ( step by step).
e.
Dapat menyelidiki suatu masalah sampai ke
akar-akarnya bukan karena sekedar ingin tahu tanpa memperdulikannya
STUDI KASUS
Contoh kasus yang
diambil, yaitu informasi dipandang sebagai aset atau
sumber yang setara dengan sumber-sumber lain dan juga mempunyai kekhususan
persoalan dan pengelolaannya, sehingga diperlukan suatu manajemen khusus yaitu
sistem manajemen informasi dengan pengelolanya yang khusus yaitu manajer
informasi atau Chief Information Officer (CIO). Sebagai manajer jelas harus
mengetahui etika manajemen. Aspek keuangan merupakan suatu aspek yang yang
sangat sensitif, demikian juga dengan aspek informasi. Dengan demikian hak dan
tanggung jawab manajer mengisyaratkan bahwa syarat manajer harus “beretika
(bermoral) tinggi dan kuat”.
Faktor
penyebab pelanggaran kode etik profesi IT adalah makin merebaknya penggunaan
internet. Jaringan luas computer tanpa disadari para pemiliknya di sewakan
kepada spammer (penyebar email komersial) froudster (pencipta setus tipuan),
dan penyabot digital Terminal2 jaringan telah terinfeksi virus computer, yang
mengubah computer menjadi zombie contohnya di bandung banyak warnet yang
menjadi sarang kejahatan computer. Factor lain yang menjadi pemicu adalah makin
merebaknya intelektual yang tidak beretika.
Factor penyebab pelanggaran
kode etik profesi IT :
1. Tidak berjalannya
control dan pengawasan diri masyarakat
2. Organisasi profesi tidak di lengkapi denga sarana dan mekanisme bagi
masyarakat untuk menyampaikan keluhan
3. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi,
karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak prepesi sendiri
4. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi IT untuk
menjaga martabat luhur profesinya
5. Tidak adanya kesadaran etis da moralitas diantara para pengemban profesi TI
untuk menjaga martabat luhur profesinya.
Solusi yaitu adanya
kesadaran hukum.kesadaran hokum menurut Soerjono Sokanto (1988) menyebutkan
bahwa ada lima unsur penegakan hukum artinya untuk mengimplementasikan penegak
hukum di Indonesia sangat dipengaruhi 5 faktor :
1. undang2
2. mentalitas aparat penegak hukum
3. perilaku masyarakat
4. sarana
5. kultur.
JAKARTA, KOMPAS.com –
Terdakwa kasus pembobolan dana Citibank, Malinda Dee binti Siswowiratmo (49),
diketahui memindahkan dana beberapa nasabahnya dengan cara memalsukan tanda
tangan mereka di formulir transfer.
Hal ini terungkap dalam
dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum di sidang perdananya, di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2011). “Sebagian tanda tangan yang ada di
blangko formulir transfer tersebut adalah tandatangan nasabah,” ujar Jaksa
Penuntut Umum, Tatang sutar Malinda antara lain memalsukan tanda tangan Rohli
bin Pateni. Pemalsuan tanda tangan dilakukan sebanyak enam kali dalam formulir
transfer Citibank bernomor AM 93712 dengan nilai transaksi transfer sebesar
150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010. Pemalsuan juga dilakukan pada formulir
bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT Eksklusif Jaya Perkasa senilai Rp 99
juta. Dalam transaksi ini, Malinda menulis kolom pesan, “Pembayaran Bapak Rohli
untuk interior”.
Pemalsuan lainnya pada formulir bernomor AN 86515 pada 23 Desember 2010 dengan
nama penerima PT Abadi Agung Utama.
KESIMPULAN
contoh kasus yang saya
ambil yaitu tentang pemalsuan tanda tangan nasabah yang dilakukan oleh melinda
dimana Dalam kasus ini malinda melakukan banyak pemalsuan tanda tangan yang
tidak diketahui oleh nasabah tersebut. Dalam kasus ini ada salah satu prinsip-prinsip
yang telah dilanggar yaitu prinsip Tanggung jawab profesi, karena ia tidak
melakukan pertimbangan professional dalam semua kegiatan yang dia
lakukan,disini melinda juga melanggar prinsip Integritas, karena tidak
memelihara dan meningkatkan kepercayaan nasabah.
DAFTAR PUSTAKA